Powered By Blogger

Jumat, 10 September 2010

Konsep Pelayanan Yang Alkitabiah

PELAYANAN KRISTEN


I. Pengertian Dasar
Kata Pelayanan berasal dari kata syarat (Perjanjian Lama) , sedangkan Perjanjian Baru lebih sering memakai kata latreuĊ, yang lebih menunjuk kepada ibadah keagamaan seluruh umat atau perseorangan, dikhususkan untuk menerangkan pekerjaan keimaman ibadah Yahudi (Lukas 1:23; Ibrani 9:21), dan digunakan juga untuk pelayanan Kristus yg jauh lebih agung (Ibrani 8:6). Sedangkan pelayan berasal dari kata Doulos (yunani), yang artinya hamba / budak buat tuannya.
Berdasarkan pengertian diatas, maka yang dimaksud dengan seorang pelayan adalah seorang hamba bagi tuannya, yang diutus untuk melaksanakan kegiatan keagamaan (hal-hal rohani) seluruh umat / perorangan (pelayanan).


II. Dasar Pelayanan Kristen
Pelayanan adalah respon atas kasih karunia Allah yang telah menyelamatkan manusia di dalam Yesus Kristus, dengan penyerahan diri sebagai hamba Allah yang diwujudkan melalui persembahan hidup yang kudus dan benar, dedikasi diri dalam memikul salib Kristus untuk menjalankan visi dan misi Allah dalam menyelamatkan umat manusia. Respon yang secara otomatis muncul karena kesadaran bahwa kasih Allah itu telah diterima dalam keadaan unconditional. Pembenaran Allah dalam diri kita sebagai orang yang berdosa itu terjadi karena ada penebusan oleh Tuhan Yesus Kristus (Roma 3:24; 5:2; 2 Kor. 6:1; Ef. 1:7; 2:8; 2Tim 1:9).
Pelayanan bukan syarat masuk sorga, karena setiap orang yang sudah ada di dalam Tuhan Yesus Kristus sudah dijamin masuk sorga terlebih dahulu. Karena harga yang begitu mahal, kita dapat masuk ke sorga, yakni dengan darah Kristus, maka pelayanan yang kita lakukan adalah respon atas kasih Allah yang begitu besar. Disamping itu hakekat dari pelayanan itu sendiri adalah :

a. Karya Allah yang telah menyelamatkan manusia dalam Yesus Kristus
Pelayanan selalu dilihat dalam koridor keselamatan manusia, yang telah dikerjakan Allah di dalam Yesus Kristus. Pelayanan tidak mungkin dapat dilepaskan dari konsep keselamatan manusia dalam Yesus Kristus. Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa adalah manusia yang menuju kepada kebinasaan. Tidak ada cara apapun dalam diri manusia, sehingga dia dapat menyelamatkan dirinya dari kebinasaan dan murka Allah. Satu-satunya jalan adalah dari pihak Allah yang menyatakan diri-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. Karya keselamatan manusia, sudah dikerjakan oleh Allah melalui Tuhan Yesus Kristus (Yes. 63:7-9; Mat. 1:21; 18:11; Luk. 19:10; Yoh. 3:16,17; Roma 1:16; 1 Tim 1:15)

b. Penyerahan diri sebagai hamba Allah
Pelayanan yang sesungguhnya merupakan pernyataan konkrit dari seseorang yang menyerahkan dirinya sebagai hamba Allah. Karena dia telah mendapatkan kasih karunia dan keselamatan yang sejati, maka satu-satunya jalan yang dapat dilakukan adalah penyerahan diri di hadapan Allah. Hizkia mengingatkan Israel untuk menyerahkan diri kepada Tuhan dan datang ke tempat kudus-Nya (2 Taw. 30:8). Penyerahan diri kepada Allah karena kita telah memperoleh hidup yang baru. Paulus menyebutkan “Serahkanlah dirimu kepada Allah sebai orang-orang yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran”. Roma 6:12,13

c. Persembahan hidup yang kudus dan benar
Penyerahan diri dalam bentuk seluruh hidup kita. Bukan dari apa yang kita punyai, baik itu harta kita, uang kita, waktu kita, pemikiran kita, tenaga kita, dan sebagainya. Tetapi lebih dari pada itu, yakni seluruh hidup kita. Penyerahan diri yang sempurna adalah seluruh hidup kita yang kudus dan benar. Seluruh eksistensi kita secara holistik, yaitu pola pikir kita, latar belakang hidup kita, tujuan dan arah hidup kita, cita-cita dan harapan-harapan yang akan kita capai, semuanya harus kita serahkan kepada Tuhan, yang artinya kita percaya bahwa Tuhan telah mengatur hidup kita dengan sempurna. Dia bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Persembahan yang hidup, yang kudus dan benar, karena Allah adalah Allah yang kudus dan benar. Hidup kudus berarti ada di dalam dunia, tetapi tidak sama dengan dunia. “Larut tidak hanyut atau hanyut tidak larut” (Kel. 19:5,6; Maz. 34:9,10; Yes. 62:10-12; Roma 12:1,2; 1 Kor. 6:18,19; Ef. 5:1-13; 1Pet. 1:13-16.)

d. Dedikasi diri dalam memikul salib Kristus
Pelayanan jika dimengerti sebagai penyerahan diri menjadi hamba Allah, maka didalamnya mencakup dedikasi diri yang tinggi. Dedikasi itu dinyatakan dalam bentuk pelayanan seorang kepada yang lain, sesuai dengan karunia-karunia yang telah diberikan oleh Allah. Orang yang melayani harus melakukan dengan kekuatan yang telah dianugerahkan Allah. Maka dedikasi mencakup seluruh segi kehidupan kita. Apa yang kita lakukan harus dengan satu motivasi, yakni untuk kemuliaan Allah, yaitu selalu berusaha dengan sekuat tenaga, bahwa apa yang kita lakukan dapat diperkenan Allah (1 Pet. 4:10; 5:10; Mat. 16:25; Mark. 8:35; Kis. 20:24)

e. Menjalankan visi dan misi Allah dalam menyelamatkan umat manusia
Pelayanan yang dilakukan harus dalam visi dan misi Allah yang menyelamatkan semua umat manusia. Pelayanan yang dilakukan tidak bisa terlepas dari visi dan misi Allah. Tujuan dan arah pelayanan adalah menuju pemenuhan visi dan misi Allah di dalam menyelamatkan umat manusia dari kebinasaan (Mat. 9:35; 28:19-20; Kis. 1:8; 8:12; 1 Kor. 9:27; Ef. 6:14-20)


III. Dasar Panggilan Pelayan Kristen
Panggilan mengandung hubungan antara dua pihak (yang memanggil dan dipanggil). Dalam batas pemahaman Alkitab, hanya ada satu pihak yang memanggil, bukan gereja, majelis, umat Allah/jemaat, orang yang dihormati; tetapi yang memanggil itu hanyalah Allah. Ia memilih orang-orang-Nya langsung untuk menjalankan segala rencana-rencana-Nya. Panggilan Tuhan ini merupakan ajakan yang memikat (Matius 4:19-20). Panggilan tidak tertuju kepada satu golongan masyarakat saja, tetapi kepada setiap orang. Menerima panggilan berarti masuk ke dalam kancah perjuangan (Yoh 17:18). Ditengah segala keterbatasan kita sebagai manusia, Allah mengikutsertakan kita dalam karya kasih-Nya di tengah dunia. Untuk memelihara ciptaan, memberi berkat bagi dunia, mengasihi dan memenuhi kebutuhan mahluk ciptaan-Nya, Allah memanggil kita menjadi mitra kerja-Nya. Sungguh suatu anugerah yang luar biasa karena kita diberi kesempatan menjadi perpanjangan tangan Tuhan di tengah dunia ini. Di tengah segala kekurangan dan keterbatasan kita, Allah berjanji akan menyertai dan menolong kita.
Namun seiring dengan panggilan itu, muncul pula hambatan-hambatan yang dapat menghalangi kita memenuhi tugas panggilan Tuhan. Hambatan itu bisa muncul dari diri sendiri (minder dengan kekurangan-kekurangan yang dimiliki, keengganan untuk mempersembahkan waktu-tenaga-harta dalam melakukan tugas, keegoisan yang hanya ingin menikmati sendiri berkat-berkat yang Tuhan berikan) maupun dari pihak luar (penentangan, ancaman, ketidaksukaan pihak lain). Tidak sedikit yang kemudian undur dari tugas panggilannya, berhenti bahkan menghilang entah ke mana.
Amanat panggilan Tuhan mengandung rencana keselamatan umat. Tuhan berkenan menggunakan Musa sebagai alat atau rekan sekerja-Nya (Kel 3: 15-4:17), menjalankan tugas panggilan itu selangkah demi selangkah. Orang yang dipanggil Allah tidak dibiarkan bekerja sendiri. Allah akan memperlengkapi orang yang dipanggil untuk menunaikan tugas panggilan itu, dan Tuhan pasti menyertai mereka senantiasa (Keluaran 3: 12; 4: 12; Matius 28:20b, Markus 16:17-20).
Menerima panggilan Tuhan itu merupakan ibadah (Ibrani 12:18-29). Ibadah meruakan tempat kita berjumpa dengan-Nya yang telah membuang segala hambatan yang selama ini menghalangi kita bersekutu dengan-Nya, sekaligus sarana kita mengabdi dan melayani Tuhan dan sesama. Menerima panggilan Tuhan bukan berarti kita merasa sanggup melakukan segalanya dengan kekuatan sendiri, melainkan meyakini bahwa Tuhan menyertai, menolong dan memberi kekuatan kepada kita untuk memenuhi tugas panggilan itu dengan setia

IV. Jabatan Dalam Pelayanan
Jabatan gereja ada dikarenakan gereja ada. Gereja ada karena Tuhan ada sebagai Kepala Gereja. Jabatan senantiasa dikaitkan dengan panggilan dan bukan dengan kelembagaan gereja. Tuhan yang kita percayai adalah Tuhan yang mengingini keteraturan, juga dalam hal-hal yang sangat rohaniah sekalipun. “Segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur” (I Kor 14:40). Gereja bukan suatu benda mati tetapi suatu kesatuan yang organis-dinamis, digerakkan oleh Tuhan yang hidup, dan organis-dinamis itu merupakan tubuh Kristus (I Kor 12:27).
Keanekaragaman jabatan disebabkan karena panggilan itu mencakup berbagai bidang kehidupan, yang perlu ditangani secara khusus. Dalam sebuah jabatan gereja, kesadaran akan keterbatasan kemampuan sangatlah penting. Tidak ada jabatan yang dapat dijalankan seorang diri tanpa bantuan orang lain. Musa sendiri pun yang diberikan kepercayaan penuh oleh Tuhan, tetap membutuhkan bantuan (Keluaran 4: 14-16).
Jabatan rohani pada hakekatnya dimengerti sebagai pelayanan dan bukan sebagai kedudukan yang lebih tinggi. Yang memegang jabatan adalah hamba bukan tuan, tetapi si pemberi jabatan itu adalah tuan, serta mengatur berjalannya suatu jabatan itu. Otoritas jabatan tidaklah tergantung dari keberadaannya melainkan dari isi pemberitaannya. Yang memegang jabatan bukanlah seseorang yang luar biasa, melainkan ia menyampaikan sesuatu yang luar biasa. Jabatan haruslah dilihat terutama di dalam pengertian suatu fungsi bukan suatu posisi. Seseorang yang memegang suatu jabatan dalam gereja haruslah :
 Mengobarkan suatu Kharisma yang khusus (2 Tim 1: 6)
 Posisinya setara dengan jemaat yang lain, namun demikian ia haruslah menyapa jemaat yang lain secara profetis.
 Ditugaskan oleh Allah tritunggal (Kis 20 : 28; Ef 4:11)
 Dipekerjakan oleh jemaat (Kis 6: 3-6; 2 Kor 8:19)

Roma 12 dan 1 Korintus 12 bisa mengandung arti, bahwa gereja sebagai persekutuan yg dipenuhi oleh Roh Kudus, mencetak petugas-petugas pelayanannya sendiri; tapi Efesus 4: 11 berkata bahwa pelayanan itu diberikan oleh Kristus kepada gereja. Hal itu bisa diartikan bahwa karena Kristus adalah sumber dari semua kekuasaan dan teladan dari segala jenis pelayanan, maka gereja seutuhnya ialah penerima tugas ilahi dari Kristus. Sehubungan dengan itu, maka setiap gereja sebaiknya membagi jenis/kategori pelayanannya serta memilih orang-orang (pelayan) pada masing-masing bidang.
Tujuan utama pelayanan ini ialah membangun tubuh Kristus (Efesus 4:12). Kristus meninggikan tiap tahapan dan bentuk pelayanan menuju tingkat yg lebih tinggi . Jadi pelayanan menjadi salah satu tujuan utama dari semua kegiatan Kristen; dan istilah ini dikenakan kepada semua bentuk pelayanan di dalam gereja. Semua pelayanan gereja adalah pembinaan warga gereja agar mampu melaksanakan tugas panggilan Tuhan. Pembinaan bagi pemuda merupakan usaha untuk mendewasakan warga gereja (permata), agar melalui proses belajar dan mengalami perubahan diri yang terus menerus, permata mau dan mampu bersaksi, bersekutu dan melayani di tengah-tengah gereja dan masyarakat. Melalui pembinaan yang terencana dan terus menerus, para pelayan Tuhan dapat menjadi panutan dan dapat :

1. Berperan aktif menyatakan kesaksiannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui talenta dan profesi masing-masing dalam kehidupan sehari-hari. (Bidang Kesaksian).
2. Berperan aktif dalam kehidupan berjemaat (Bidang Persekutuan).
3. Berperan aktif dalam pelayanan kasih (Diakonia) dalam kehidupan berjemaat dan bermasyarakat.

Kenyataan yang nampak dalam jemaat bahwa warga gereja belum semua mampu berperan aktif dalam pelayanan ditengah-tengah gereja, masyarakat dan negara. Pembinaan yang terarah dan terencana belum menjangkau anggota jemaat secara merata.

V. Komitmen Dalam Pelayanan Kristen
Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah (Kolose 3:23-24).

Ayat tersebut sedang mengajarkan agar dalam segala aspek kehidupan, hendaknya setiap orang percaya melakukannya dengan motivasi yang tulus, benar dan segenap hatinya, seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia Mengapa? Karena Tuhan ternyata memberikan reward atau penghargaan atau upah kepada setiap anak-anak-Nya. Apapun juga yang dilakukan seseorang untuk mempermuliakan Tuhan, maka sesungguhnya jerih payah tersebut tidak sia-sia. Kembali lagi Alkitab menegaskan
Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia (1 Korintus 15:58).

Komitmen adalah janji setia, tekad atau ketetapan yang kuat untuk melakukan sesuatu yang disertai dengan tanggung-jawab. Artinya, komitmen akan membuat suatu janji dapat dipercaya karena adanya rasa tanggung jawab dan tekad untuk melakukannya. Dalam arti luas, komitmen menunjuk pada adanya tekad untuk setia pada sesuatu (organisasi, perusahaan, gereja dsb) atau seseorang (perkawinan). Sebagai contoh, seorang suami yang berkomitmen terhadap perkawinannya pasti tidak akan pernah berselingkuh meskipun mungkin istrinya telah menjadi tua, gemuk, sakit-sakitan dsb. Komitmen akan bertahan selamanya, sebab komitmen tidak dipengaruhi oleh perasaan, suasana hati dan sebagainya.
Dasar dari setiap komitmen yg kita lakukan adalah karena cinta Tuhan yang telah mengasihi kita (Yohanes 3:16). Cinta itu akan membuat kita mengasihi Dia diatas segalanya dan mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri (Matius 22:37-40). Dengan dasar itulah, maka setiap orang seharusnya memberi diri untuk melayani Tuhan, dan bukan diatas dasar yang lain. Beberapa tips menumbuhkan Komitmen:
 Cinta
Cinta melahirkan komitmen. Cintai Tuhan, cintai gereja atau organisasi pelayanan dimana kita terhisab dan jadikan sebagai rumah kita. Maka cinta itu akan melahirkan komitmen untuk mencintai panggilan Tuhan dan pelayanan yang dipercayakan-Nya serta melakukan pelayanan dengan segenap hati (bukan lagi sekedar rutinitas atau pekerjaan pelayanan).

 Tanggung Jawab
Rasa tanggung jawab merupakan ciri kedewasaan. Orang yang bertanggung jawab dengan pelayanan, memiliki beberapa ciri-ciri seperti berikut :
- Tidak menganggap bahwa pelayanan itu beban atau hanya sebatas iseng saja dan mencari popularitas
- Berusaha datang tepat waktu (tidak mau datang terlambat)
- Akan melakukan latihan/persiapan/doa sebelum melayani Tuhan
- Akan memberi pelayanan yang terbaik kepada Tuhan melalui talenta yang Tuhan berikan
- Menjalin kerja-sama dengan baik (sehati, sepikir dan sepenanggungan)
- Ada kepedulian dengan sesama rekan sepelayanan, baik kepedulian akan program pelayanan maupun kehidupan pribadi
- Selalu melakukan evaluasi diri, mencari kelemahan dan kekurangan dalam pelayanannya, dan berusaha memperbaiki kualitas hidup dan pelayanannya sehingga mengalami pertumbuhan kualitas pelayanan yang tentunya terlihat dari komentar atau reaksi dari sesama pelayan Tuhan maupun jemaat yang dilayani.


VI. Haruskah Orang Kristen Melayani
Tidak ada alasan untuk orang Kristen yang tidak melayani, mengapa?

1. Hidupku bukannya aku lagi tetapi Kristus yang hidup dalamku
(Gal. 2:19,20)
Suatu kesadaran diri yang benar dimiliki oleh Paulus, sehingga dia berkata: “Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku”. Suatu alasan yang konkrit berdasarkan fakta dan realita, bahwa hidup anak-anak Tuhan yang dijalani sekarang, sebenarnya bukan hidupnya sendiri, melainkan Kristus yang hidup di dalamnya. Hidup manusia dalam dosa adalah hidup yang ada dalam kebinasaan dan menuju kepada hukuman kekal, tetapi karena kasih Allah yang besar, sehingga Dia telah menyelamatkan umat manusia. Penyelamatan manusia itu kerena ada penebusan di dalam Tuhan Yesus. Orang yang hidupnya telah ditebus, maka hidupnya itu bukan miliknya sendiri, melainkan sudah menjadi milik tebusannya.
2. Aku berhutang kepada kasih karunia Allah dalam Yesus Kristus
(Roma 1:14,15)
Karena hidup itu bukan miliknya sendiri, melainkan Kristus yang hidup di dalamnya, dan itu bisa terjadi karena pengorbanan nyawa Tuhan Yesus di atas kayu salib. Petrus berkata: “Sebab kamu tahu bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat ” (1Pet. 1:18,19). Ini merupakan hutang yang tidak akan pernah terbayarkan dan tidak mungkin dapat dibayar. Darah yang mahal, bukan saja karena pengorbanan nyawa Tuhan Yesus, tetapi lebih dari pada itu, yakni darah yang tidak bernoda dan bercacat. Darah yang kudus, yang tidak bersalah dan tidak berdosa. Oleh karena itu kita bisa menghayati dengan sungguh-sungguh ketika Paulus berkata: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” 1 Kor. 9:16. Pelayanan merupakan bayar hutang yang tidak penah terbayarkan, karena kasih karunia Allah dalam Yesus Kristus terlalu mahal untuk dibayar!

3. Merupakan panggilan mutlak dari Allah (Ef.4:1; 2 Tes. 1:11-12; 2 Tim. 1:9)
Pelayanan yang karena hidup ini bukan miliknya sendiri, maka pelayanan yang sejati adalah panggilan mutlak dari Allah. Allah selalu memulai segala sesuatunya dengan “Panggilan-Nya yang kudus”. Panggilan Allah adalah panggilan yang karena inisiatif diri-Nya, yang mengasihi manusia. Manusia tidak akan mampu memberikan respon kepada Allah, tanpa Allah terlebih dahulu memanggil manusia. Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa adalah manusia yang mempunyai kecenderungan terus lari menjauh dari pada Allah. (Kej. 3:8). Dosa tidak mungkin membawa manusia semakin dekat kepada Allah. Dosa itu telah memisahkan antara Allah dan manusia. Maka satu-satunya jalan, di mana manusia dapat kembali kepada Allah, yaitu dengan cara Allah memanggil manusia untuk datang kepada-Nya. “Tetapi Allah memanggil manusia itu…” (Kej.3:9). Keselamatan manusia, juga merupakan panggilan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Demikian pula dengan pelayanan; orang yang telah dipanggil Allah dalam rangka keselamatan hidupnya, dan setelah menerima anugerah keselamatan itu, maka Allah juga memanggil dia untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang melayani Dia. Sebagai “hamba”, karena kita tidak pernah layak dihadapan Allah, kalau Allah yang bukan melayakkan kita. Paulus berkata: “Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Fil. 3:12-14)

4. Kita anak-anak Allah yang dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia (Mat. 5 : 13-16.)
Karya keselamatan dari Allah, bukan saja memberikan jaminan atas keselamatan yang telah dikerjakan-Nya, melainkan juga mengubah status kita yang binasa ini menjadi anak-anak Allah. Kita diadopsi atau diangkat menjadi anak-anak Allah. Yohanes berkata: “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.” Yoh. 1:12. Status ini sangat penting bagi kita, karena dengan diberina status sebagai anak-anak Allah, maka itu pula menyatakan bahwa kita adalah orang-orang kudus (1. Kor. 1:2). Karena orang-orang kudus yang telah menjadi milik Allah yang kudus, kita juga dipanggil untuk hidup yang sesuai dengan status kita sebagai anak-anak Allah. Panggilan hidup, yang merupakan panggilan pelayanan yakni untuk menjadi garam dan terang dunia. Pelayanan senantiasa mengacu untuk menjadikan diri kita sebagai garam dan terang dunia. Garam yang menggarami dunia dan terang yang menerangi dunia, bukan sebaliknya, bahwa hidup kita digarami dan diterangi oleh dunia yang gelap ini.
Dasar-dasar itulah yang menjadikan orang-orang Kristen melayani Tuhan. Justru kita tidak bisa membuat alasan, mengapa kita tidak melayani Tuhan! Kecuali hanya satu alasan yaitu kita belum anak-anak Allah!
VII. Ruang Lingkup Pelayanan
Pelayanan selalu mempunyai ruang lingkup, karena kita tidak mungkin dapat mengerjakan segala sesuatu menurut kemampuan kita. Kita adalah orang-orang yang terbatas, baik dalam kemampuan, pemikiran, tenaga atau kekuatan kita. Tuhan tidak menjadikan kita orang-orang superman tetapi orang-orang yang terbatas. Oleh karena itu kita membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dalam satu team work yang baik. Secara umum ruang lingkup pelayanan dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :

1. Lingkup Luas
Pengertian lingkup luas, adalah seluruh keberadaan kita, hidup kita, seperti yang dikatakan Paulus dalam Roma 12:1-2
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Lingkup pelayanan secara luas adalah kesaksian hidup kita di dunia ini. Apa yang akan dikatakan oleh masyarakat tentang diri kita sebagai anak-anak Tuhan? Apakah kita bisa jadi panutan atau teladan bagi mereka, sehingga tidak sama dengan dunia ini, benar benar menjadi kenyataan dalam kehidupan kita. Apa yang beda? Yaitu “Pembaharuan budi”, karakter, sifat, tingkah laku, sopan santun dan keputusan-keputusan etis kita, yang tidak sama dengan dunia ini.

2. Lingkup Terbatas
Pengertian lingkup terbatas adalah seluruh keberadaan kita di mana kita berada untuk mengerjakan pelayanan yang sesuai dengan bakat, talenta atau karunia-karunia yang diberikan Tuhan sebagai alat untuk melayani Dia. Banyak sekali karunia-karunia rohani (Roma 12:9-21; 1 Kor. 12:1-13:13; Gal. 5:16-26) dan semua karunia-karunia itu sebagai sarana untuk melayani Tuhan. Bakat talenta atau karunia bukan menjadi sasaran dalam pelayanan, kalau menjadi sasaran dalam pelayanan akan mengakibatkan pelayanan yang rusak, karena dengan kelebihan-kelebihan yang ada dalam diri seseorang dapat menjadikan orang itu tinggi hati, sombong rohani atau merasa dibutuhkan dan sebagainya. Bakat, talenta atau karunia hanya sebagai alat untuk mencapai sasaran dan tujuan pelayanan yang benar. Selain bakat, talenta atau karunia-karunia rohani, pelayanan dalam lingkup terbatas juga termasuk Tuhan menempatkan kita berada di mana dan dalam situasi dan kondisi apa, kita dapat mengerjakan pelayanan-Nya. Pelayanan lingkup terbatas mencakup :

 Usia; menentukan kita ada di mana (anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, lanjut usia)
 Masa studi; menentukan peran apa yang dapat dilakukan (pelayanan siswa, mahasiswa, karyawan sekolah/kampus, guru/dosen, alumni)
 Lingkungan; menentukan wilayah pelayanan (gereja, sekolah, kampus, yayasan sosial, LSM, para church, dan sebagainya)
 Masa kerja; menentukan wilayah jangkauan masyarakat (usahawan, wira swasta, bussinesman)


VIII. Tujuan dan Sasaran Pelayanan
Pelayanan harus mempunyai tujuan dan sasaran, jika tidak maka tidak tahu apa yang akan dicapai dalam pelayanan tersebut. Bahkan pelayanan yang tanpa tujuan dan sasaran akan membuang-buang waktu, tenaga, pemikiran dan biaya. Tujuan dan sasaran sangat penting dalam pelayanan karena itu yang menentukan arah ke mana pelayanan itu dikerjakan. Paulus sangat menghayati kinerja Allah, bahwa Allah yang bekerja adalah Allah yang mempunyai tujuan dan sasaran yang jelas. Paulus mengungkapkan dengan perumpamaan: “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?” (Roma 9:21). Maka Paulus sangat menekankan bahwa tujuan dan sasaran dalam pelayanan itu sangat penting. Dia berkata: “Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul.” (1. Kor. 9:26). Karena begitu pentingnya tujuan dan sasaran dalam pelayanan, dapat mengakibatkan kesalah-pahaman atau konflik dalam pelayanan. Maka di dalam menentukan tujuan dan arah pelayanan harus ada syarat yang mutlak diupayakan, yakni sehati, sepikir dalam sati kasih dan satu jiwa. (Fil. 2:2). Apa yang dimaksud dengan tujuan dan sasaran dalam pelayanan? Tujuan adalah rencana mencapai dan mewujudkan apa yang diharapkan dan disepakati bersama. Dengan demikian tujuan mencakup tiga aspek :

 Pertama, aspek kognitif - segi pengetahuan
 Kedua, aspek afektif - segi sikap hati
 Ketiga, aspek psikomotoris - segi ketrampilan atau kelakuan

Ketiga aspek tersebut harus direncanakan untuk dapat dipenuhi dengan baik, jika tidak maka tujuan dalam pelayanan belum mencapai kesempurnaan yang utuh dalam memenuhi tujuan yang akan dicapai.
Sasaran adalah rencana mencapai dan mewujudkan apa yang diharapkan dan disepakati bersama dalam bentuk prosentase yang lebih konkrit dari ketiga aspek dalam mencapai tujuan pelayanan. Sasaran ini yang akan menjadi acuan dalam mengevaluasi apakah tujuan pelayanan itu tercapai atau tidak. Misalnya, jumlah anggota persekutuan ada 100 orang. Setelah tujuan ditetapkan maka sasaran dibuat sebagai berikut :

 Untuk segi kognitif diharapkan dapat mencapai 75%
 Untuk segi afektif diharapkan dapat mencapai 50%
 Untuk segi psikomotoris diharapkan dapat mencapai 25%

Prosentase yang lebih tinggi berarti lebih mudah diterima, sedangkan dengan prosentase yang lebih rendah menandakan lebih sulit untuk dilakukan atau diterapkan dalam bentuk konkrit. Acuan untuk menetapkan evaluasi yaitu dari jumlah 100 orang.

IX. Wawasan dan Tantangan Pelayanan
Setiap pelayanan yang akan dikerjakan pasti tidak pernah terlepas dari relasi sosial masyarakat. Kita ada dan berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang begitu kompleks dengan permasalahan-permasalahan sosial. Oleh karena itu setiap pelayanan yang dilakukan harus melihat wawasan dan tantangan yang dapat muncul dalam kehidupan bermasyarakat. Wawasan pelayanan paling tidak mencakup dua hal, yaitu :
1. Wawasan yang berorientasi ke dalam
Wawasan yang berorientasi ke dalam lebih bersifat pada penataan diri, yaitu membina kerja sama yang sehati dan sepikir, agar dapat menciptakan satu tujuan yang akan dicapai bersama. Oleh karena itu pemahaman tentang motivasi pelayanan harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya; peningkatan dan pengembangan talenta, karunia dan bakat-bakat perlu mendapat latihan yang baik; pemahaman organisasi dan manajemen pelayanan perlu ditata dengan rapi dan dijalankan dengan kedisiplinan yang tinggi; kebersamaan dalam keguyuban dan kekom-pakan pelayanan terus dibina, sehingga regenerasi kepemimpinan dapat terus berkesinambungan; perlu ada latihan kepemimpinan yang terampil untuk bekerja dengan baik; mengembangkan team work yang baik, sehingga pelayanan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Semua ini wawasan yang memperlengkapi diri untuk dapat melayani dengan baik dan benar.
Wawasan ke dalam yang perlu dikembangkan, selain memperlengkapi diri untuk dapat melayani dengan baik, yaitu terus menerus mengembangkan pelayanan yang mencakup segi kwalitas dan kwantitas. Kedua hal ini harus seimbang; di mana kwalitas semakin baik, maka seharusnya akan diikuti dengan pertumbuhan kwantitas. Oleh karena itu wawasan yang perlu dikembangkan adalah mempunyai kerinduan untuk terus berkembang dengan lebih baik lagi. Program-program pelayanan bukan saja bersifat rutin sekalipun ada dalam kerutinan, tetapi mampu mengembangkan kerutinan itu menjadi sesuatu yang selalu baru dan bertumbuh. Di sini dibutuhkan kreativitas pelayanan yang memenuhi kebutuhan jemaat. Dengan demikian ada hal-hal yang perlu dipikirkan, yaitu :
 Latar belakang dan sejarah gereja/pelayanan yang dikerjakan
 Kebutuhan anggota jemaat yang terlibat dalam pelayanan.
 Kebutuhan anggota jemaat yang dilayani
 Memelihara identitas diri dan ciri-ciri “khusus” yang telah bertumbuh dalam kehidupan jemaat yang dapat menjadi sarana pertumbuhan yang sehat.
 Melihat dengan positif perkembangan-perkembangan yang muncul dalam kehidupan bergereja, baik dalam pelayanan maupun dalam perlengkapan-perlengkapan penunjang pelayanan yang mengikuti perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi.
 Memelihara pertumbuhan jemaat dengan baik dari anak-anak, remaja, pemuda, dewasa dan lanjut usia, sebagai sarana pertumbuhan gereja dengan sehat.
 Mengembangkan pelayanan yang terus memberitakan Injil Kerajaan Allah, sehingga menjadi gereja yang dinamis.

2. Wawasan yang berorientasi ke luar
Wawasan yang berorientasi ke luar lebih bersifat pada relasi keluar dan kesaksian hidup yang baik di tengah-tengah lingkungan dan masyarakat di mana kita berada. Wawasan ini mencakup :
 Relasi hubungan dengan masyarakat di sekitar kita berada, dengan menjalin komunikasi yang baik dan akrab
 Peka terhadap perkembangan sosial masyarakat yang ada di sekitar kita
 Melakukan kerja sama pelayanan yang menunjang kebutuhan masyarakat disekitar kita, baik dalam bentuk pelayanan sosial, seperti pasar murah, kesehatan poliklinik, bea siswa, pembinaan-pembinaan masyarakat tentang narkoba, kenakalan remaja, mengentas anak jalanan, dan sebagainya.

X. Relasi Kehidupan Rohani dan Pelayanan
Pelayanan yang kita kerjakan adalah dalam ruang lingkup pelayanan rohani. Oleh karena itu syarat yang utama dan mutlak memang harus mempunyai kehidupan rohani yang baik. Kehidupan rohani akan mempengaruhi seluruh pelayanan yang dikerjakan. Karena kehidupan rohani dapat mencakup masalah-masalah seperti :
 Motivasi,
 Dedikasi - Pengabdian Diri
 Pengorbanan Diri
 Harga Diri
 Pernyataan dan pengaplikasian kasih secara konkrit

Kehidupan rohani yang baik akan mempengaruhi seluruh kinerja pelayanan dengan penuh semangat bahkan dapat meredam dan menemukan jalan keluar yang baik terhadap masalah-masalah :
 Konflik yang muncul dan yang bisa berkepanjangan
 Kesalah-pahaman terhadap konsep-konsep atau hal-hal yang praktis
 Menemukan jalan keluar yang indah dan penuh dengan kasih
 Mampu melihat bahwa pelayanan ini adalah pelayanan Tuhan dan bukan sekedar memuaskan diri sendiri, ego sendiri atau kepentingan-kepentingan diri sendiri.

Karena relasi kehidupan rohani begitu penting, maka dalam pelayanan yang baik pasti memiliki kriteria-kriteria bagi seseorang untuk dapat terlibat dalam pelayanan. Misalnya Paulus memberikan kriteria untuk jabatan seorang penatua dan diaken dalam memerintah gereja. (1 Tim. 3:1-13; Tit. 1:5-16). Kriteria-kriteria itu dipakai menjadi suatu acuan diri yang menuju pada pertumbuhan rohani yang semakin dewasa. Sekalipun selalu disadari bahwa tidak ada seorang pun yang sempurna dan memenuhi semua kriteria itu dengan baik, tetapi bukan berarti meninggalkan kriteria itu. Melakukan dengan sekuat tenaga, pikiran dan hati kita, yang memohon pertolongan dan kekuatan dari pada Roh Kudus, sehingga mampu memenuhi kriteria itu, bahkan dalam panggilan pelayanan kita dapat mengeluarkan buah-buah Roh Kudus yang menjadi berkat dalam pelayanan.

Akhir kata
Layanilah Tuhan Dengan Masuk Ke Dalam Kebun Anggurnya
Sesuai Dengan Talenta Dan Karunia Yang Telah
Diberikan Kepada Kita Masing-Masing
(Matius 20:1-16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar